Friday, October 14, 2011

The Other Girl #2

Akhirnya, semuanya berganti dengan saling curiga, 
argumen, dan tuduhan. 
Saya tahu saya juga mengambil peran di cerita itu. 
Mungkin saya kurang perhatian, mungkin saya terlalu egois, 
dan segala macam kemungkinan lainnya 
yang membuat dia harus mencari itu dari orang lain, bukan saya. 

Pada akhirnya kami pisah. 
Tapi dengan 'kami' yang bertumbuh bersama, 
nggak semudah itu untuk nggak berkomunikasi. 

Nggak ada orang yang lebih mengerti dan memahami saya dibanding dia.

Dia tahu harus ngomong apa, tahu harus buat apa, 
tahu semua dan mengerti semua.
Dia keluarga saya.
Dia soulmate saya, dia dan saya sudah saling membagi separuh diri kami masing-masing in order of being together. For almost 6 years.

Saya selalu cemburu tiap dia dekat dengan orang lain, 
dan dia selalu menyembunyikan cewek-cewek itu. 
Dia juga marah waktu saya suka sama temen sekelas saya di kelas 3 SMA.
Intinya, we're not together anymore, but we're not ready to let go.

Saya capek. Saya butuh sesuatu yang stabil, 
butuh temen untuk cerita instead of being curious 
about what he said is true or not.
Dan saya (ternyata) memang butuh suatu peristiwa yang 
'besar' untuk akhirnya bisa move on.


Posisi diselingkuhin emang nggak enak, 
tapi posisi jadi selingkuhan lebih nggak enak lagi.


Waktu tahun 2009, suatu malam saya nelpon dia.
Saya lagi di Pangandaran, lagi bikin pemeriksaan gratis 
buat warga kurang mampu di sana. 
Dan betapa terkejutnya saya ketika yang 
mengangkat telpon adalah perempuan. Jam sebelas malam.
Definitly not a friend. 
Saya kaget. Dia menyimpan dengan begitu rapi sehingga saya sama sekali nggak tahu kalau we're no longer single people.
The only single person is me, between us. 


Malam itu, kembali, luluh lantak hati saya.
Dan posisi menyebabkan saya harus bisa bersikap biasa saja.
Itu juga sulit.


Belakangan saya tahu mereka udah jalan bareng dari Februari. 
Damn. 

Now I'm the other girl. 
I'm the one people hate in the movies.

Another 'enough' from me. 

It was the last time I ever called him. Until today.



Saya nggak bisa kayak gitu terus. Saya nggak mau jadi the other girl. 
Saya harus dan butuh untuk completely move on. 


and I did.





Dan untuk kamu:
Saya nggak bilang ini semua sia-sia. Hanya saja peran saya dan peran kamu di kehidupan kita sudah habis. 
It was great, tapi nggak perlu diperpanjang lagi. 
God be with ye. 
(or in the language we all know: Goodbye)

 

No comments:

Post a Comment

Creative Commons License
Journey. And Us. is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.