Friday, April 13, 2012

Marriage?


… and my mind is a mad house I only share with you.

Jadi saya sedang blogwalking dan menemukan tulisan ini
Lalu ikutan mikir seperti biasa..hihi

Sekarang—at the age of 22, mulai sering frekuensinya mendatangi pernikahan kerabat dekat seperti teman SD, kakak kelas di IMAB, bahkan temen sendiri. Lucu rasanyaa nginget si temen SD saya ini dulu pake rok super pendek pas masuk SD (yang bikin saya shock therapy) dan kemaren-kemaren sudah jadi nyonya. Lalu setelah wedding kembali kuliah seperti biasa.hihi. Termasuk temen-temen yang setelah menikah memutuskan langsung punya baby, dan saya harus merelakan diri dipanggil ‘Tante Bea’ instead of ‘Kakak’ as usual.

Lalu membaca blog di atas, saya juga ikutan berpikir:

“Apa sih yang membuat seseorang memutuskan untuk menikah?”

Umur? Status ‘sudah punya pacar’? Status ‘sudah mapan’? Tuntutan orang tua? Supaya punya anak? Atau karena simply..yaa others do it, why should’t I?

Nggak bisa dipungkiri ketika menghadiri weddings dimana si cewek jadi princess sehari, terlihat super cantik dan sumingrah, dan sema hal-hal sweet lainnya tentang mereka berdua yang hari itu bebas di-overexposed tanpa ada nada yang protes, kadang bikin saya ‘latah’ dan ikutan kepengen juga. Normal sih. Tapi buat saya, latah itu hilang gitu aja begitu pulang dari wedding itu.

Being raised by a divorced parents makes me thinks. Hard. Weddings are hard to maintain. Marriages even harder.

Ketika saya menikah nanti (amin!) saya ingin alasannya karena—saya nggak bisa ngebayangin gimana ngelewatin day by day tanpa si partner si samping saya. Klise? Well, I am a princess-type-oriented. Hehe

House and home has a very different meaning. House adalah gedung atau ruangan, sementara home adalah tempat kita ‘pulang’. Kata pulang sendiri—hanya bisa dipakai ketika kita akan ke ‘rumah’. Nggak mungkin kan ‘pulang ke kantor’ atau ‘pulang ke mall’.

Pulang pasti ke rumah.

Saya mau pulang ke rumah saya.


Kalau kata orang setelah menikah nanti nggak bebas, nggak bisa ‘pacaran’ lagi, keadaan pasti berubah, dan lain lain, menurut saya sih tergantung mereka sebagai pasangan. Yah, memang harus berubah sih, namanya juga udah kawin.

Saya nggak keberatan tuh tiap disuruh nemenin pacar saya latihan, atau nunggu dia pulang tiap malam. Dia juga nggak kebertan harus ngurangin kegiatan demi anter-jemput saya (mungkin khawatir saya nyasar di jalan :p)
Sejauh ini juga dibebasin aja tuh beli sepatu mahal-mahal dan selalu bilang ‘Pengen Pizzaaa’ tanpa ngeluh.

10 tahun dari sekarang, saya juga pengen(nya) nggak protes ketika nemenin dia. Maunya sih, nggak tau yaa besok-besok gimana.hihi


“…setiap orang punya alasannya sendiri untuk menikah. Kebanyakan orang membuat keputusan tentang itu setelah melalui pemikiran yang, biasanya, tidak singkat. Ada masamasa gamang, labil, yakin, dan macemmacem lainnya yang campur aduk – yang bisa aja terpengaruh dengan katakata yang dia denger atau pengalaman orang yang dia lihat.
Hanya karena ada orangorang yang kemudiannya merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki, gak menjamin bahwa semua orang (pada akhirnya) akan merasa gak puas juga. Demikian juga, hanya karena ada orangorang yang merasa puas banget dengan apa yang dimiliki, bukan berarti dia punya hak untuk mengajarkan orang lain.”

Buat saya--saya simply pengen pulang.

Ke orang yang bikin saya berpikir, “I can’t wait to tell him this!” ketika ada hal-hal yang terjadi hari itu.
Orang yang membiarkan saya beli sepatu online yang harganya 255.000 tanpa protes.(hihihi)
Orang yang mau nemenin saya makan menu soto ayam tiap malam tanpa ngeluh kalau saya membosankan.
Orang yang bisa bikin saya tidur pules walaupun ada dia—sebagai orang asing—juga tidur di kasur saya.
Orang yang membiarkan saya ngejeans dan pake kaos belel.
Yang  nemenin saya ketawa-ketawa ngakak karena our silly jokes.
Yang sayang saya dan mama gimanapun keadaan kami.
Yang mau—dan akan—struggle this life together as a partner, not as a dictator. :p

Udah ah. Jadi kangen kan.hihi

No comments:

Post a Comment

Creative Commons License
Journey. And Us. is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.